Sejak
kecil aku mencintai langit, laut dan hutan. Sehabis maghrib setelah menyelesaikan
rutinitas harian aku menarik kursi plastic hijau tua keteras rumah tua kami.
Mematikan lampu neon di teras sehingga sekelilingnya gelap gulita. Aku
menengadahkan kepala bersandar pada ujung sandaran kursi yang melengkung. Aku
bersitatap dengan rembulan, bercengkrama dan saling menggoda. Rembulan bagiku
mempunyai mata yang lebar dan indah. Kadang, rembulan menggodaku untuk
mengejarnya, bermain ketaman nirwananya. Dan ketika kusadari, mataku pun
berkaca.
Sebelum
tidur, saat aku masih kanak-kanak, hampir setiap malam ibuku bercerita tentang
rembulan. Bulan itu punya mata, kata ibu. “Ambilkan bulanbu”, adalah lagu
pengantar tidurku. Atau lagu “bulan di pohon limau” yang dinyanyikan ibu dengan
suara yang hampir seperti orang berbisik.
Langit
bagiku seperti sebuah buku cerita bergambar. Narasinya ada dalam hatiku. Aku
selalu membacanya dalam hati sambil mememejamkan mata, dan ketika mataku
terbuka, dari celah-celah gorden sepasang mata memperhatikanku, mata ayahku.
Tiga
Bintang
Dulu,
aku selalu penasaran apa nama rasi bintang yang berjajar tiga itu. Tiga bintang
yang setiap malam kulihat terbit disebelah selatan pada sore hari. Pagi hari saat
subuh menjelang aku berlari keluar kearah dapur apakah bintang itu sekarang
sedang berjalan ke utara atau ke timur. Namun sayang, bagian utara dan timur
rumah kami tertutup pohon durian besar yang berumur puluhan tahun.
Aku
masuk kerumah dengan putus asa. Dan ibuku tak bertanya gerangan apa yang
membuat wajahku tiba-tiba menekuk. Beliau hanya memperhatikanku sambil
tersenyum dan menyuruhku membangunkan ayah. Sampai aku berumur tujuh belas, aku
tak pernah bosan menatap tiga bintang yang terkadang terbit diarah selatan atau
mungkin (utara) itu.
Beberapa
waktu aku melupakan langitku, sibuk dengan urusan kuliah. Dan lagipula kota
Padang tidak seperti dirumah. Dimana-mana hanya ada bangunan tak terurus,
dikomplek perumahan aku tinggal. Baru setelah aku bergabung dengan komunitas
Alamanda 3 aku kembali menemukan langitku. Tinggal dilantai dua adalah impianku
dari dulu agar aku bebas bercinta dengan langit. Jendela kamarku menghadap
kesebelah timur. Jendelanya besar dengan kaca nako dan teralis besi sebagai
pengaman. Lagipula aku mendapat ranjang yang strategis dua tingkat dan aku
tingkat atasnya. Kamar dengan nomor 10 yang diketik dengan angka sebesar buah
apel itu adalah kamar dambaan setiap penghuni Alamanda apabila ada sirkulasi
pergantian penghuni.
Di
Alamanda ada tradisi ganti kamar dan penghuni dengan memakai lotre yang
diadakan setiap semester. Pertama, dipilih satu senior setiap kamar, kemudian
sisanya mengambil lotre untuk mengundi siapa yang menempati kamar-kamar yang
ada dalam nomor lotre tersebut. Penghuni dianggap sah menempati kamar yang ada
di no undian itu apabila telah memenuhi syarat : tidak satu kampung/tidak satu
jurusan dengan penghuni kamar yang sama.
Kebetulan,
rekan sekamarku punya hobi yang sama denganku, bercinta dengan langit. Dan kami
akan menghabiskan sisa malam weekend diatas ranjang atasku sambil bercerita,
tentang langit, bulan dan bintang.
Ketika
aku sedang resah, futur, dan iman makin melemah saat-saat akan datang rutinitas
bulanan, aku akan duduk berlama-lama dibalkon depan kamarku, dengan sehelai
kertas lusuh aku mencoba mendeskripsikan perasaan yang sedang melandaku. Saat
itulah aku seperti terbang kemasa beberapa tahun silam saat aku mengukir namaku
diam-diam disalah satu tiga bintang berjajar itu.
Aku
sudah mengklaim 3 bintang itu adalah propertyku. Buktinya, dia tetap sama dalam
posisinya, tak berubah walau sesentipun. Ia adalah milikku. Saat kuucapkan pada
Shizuka, teman sekamarku, ia tertawa terbahak-bahak. Ukhty tulis dibintang yang
mana nama ukhty itu? Tanya Shizuka. Aku menunjuk bintang yang ada ditengah, ia
mengangguk, seperti seorang notaris yang sedang menandatangi beberapa dokumen.
Tiba-tiba
aku ingat, sayang sekali hanya aku yang memiliki tiga bintang itu. Diam-diam
kutulis nama seorang sahabat pada bintang diatas bintangku dengan huruf tarata (huruf yang hanya aku sendiri yang
tahu modelnya, ha…ha..) - “Ni-ning”
dan nama “Ning-si” yang berada sedikit dibawah bintangku.
No comments:
Post a Comment