Wednesday, September 8, 2010

Anda Ditilang.....!!

Jadilah Warga Negara Yang Baik
Usaha pemerintah untuk menumbuhkan sense of awaraness terhadap kepedulian pembayaran pajak untuk rakyatnya sudah terbilang cukup “mutakhir” melalui iklan-iklan di tv swasta dan umbul-umbul di tepi jalan raya. Tapi saya adalah salah satu warga yang tidak tertib di Rabu pagi itu.
Rabu pagi, sehabis begadang semalam dari PT tempat kami mengadu nasib, saya dan seorang teman berniat berkunjung kerumah Arief Pratama, seorang anak penderita thalassemia bawaan. Kami ingin mengetahui perkembangan Arief pasca melakukan terapi di RSCM Jakarta beberapa bulan silam dan sekalian menyalurkan sisa bantuan dari teman-teman di PT. Biasanya Mbak Riez tidak berani membonceng saya pada hari wajib seperti ini kecuali Minggu pagi. Tapi karena niat mau bezuk Mbak Riez lupa kalau lusa sudah lebaran dan para polisi sudah siap-siap menunggu tambahan THR dijalan raya.
Dengan kecepatan biasa-biasa saja, Mio Mbak Riez melaju dikepadatan jalan raya. Sambil ketawa ketiwi kami bercanda disepanjang perjalanan. Tepat dibelokan simpang ABB, sepasang polisi menggandeng motor kami dari samping kiri dan meminta kami minggir.
“Mana helm-nya Dek? Bisa lihat STNK-nya?” Tanya polisi yang diboceng.
“Mbak Ris mengeluarkan STNK nya dari dompet, si polisi menginstruksi kami putar arah ke pos mereka yang ada di persimpangan Muka Kuning-ABB.
Setibanya di pos kami diajak ke sebuah keruangan berukuran 4x4 m, tepat dipintu masuknya sebuah toilet yang cukup bau menghadang kami. Setelah dipersilahkan duduk, kami diceramahi oleh Pak Polisi.
“Sudah dibuat iklan bagus-bagus di TV, diumbul-umbul sudah dipajang poto Pak Polisi yang sedang mengenakan helm, kok masih melanggar aturan, Dek? Ini demi keselamatan Adek sendiri, nanti kalau ada apa-apa dijalan, kan yang rugi kita sendiri”
Mbak Riez mengangguk-angguk mengiyakan.
“Adek mau disidang atau cukup sampai disini?” Pak Polisi sudah mulai melancarkan aksinya.
“Jangan, Pak. Saya mau sampai disini saja. Kami minta maaf telah melanggar peraturan. Niat kami tadi Cuma sebentar untuk mengantarkan zakat orang” Mbak Riez memohon.
Pak polisi memberikan kami beberapa lembar kertas poto kopian yang sudah lusuh dan berisi pasal-pasal pelanggaran serta dendanya. Saya membolak-balikkan kertas lusuh itu membayangkan sudah berapa banyak orang yang ditilang Pak Polisi ini sampai kertasnya lusuh begini?
“Kalo Adek tidak percaya dengan dendanya ini ada buku aslinya” Kata Pak Polisi sambil beranjak mengambil buku aslinya keruangan lain.
Kami telah melanggar pasal 291 ayat 2 yang berbunyi “Membiarkan pengendara tidak menggunakan helm saat mengendara sepeda motor dijalan raya (kurang lebih seperti itulah bunyinya) dan didenda Rp 200000.
“Adek mau disidang atau membayar denda?” Tawar Pak Polisi.
“Saya tidak mau disidang, Pak” jawab Mbak Riez.
“Kalo begitu, adek bayar dendanya saja” Jawab Pak polisi sambil mengembalikan STNK Mbak Riez. Saat dia mengembalikan sambil membolak balikkan STNK tersebut matanya tertuju pada tahun berlaku STNK.
“STNK nya sudah mati, ya? Dari tahun 2007, Adek tidak bayar pajak?” ia melotot.
“Belum, Pak. Saya belum punya uang” Mbak Riez sudah mulai gemetar.
“Kalau begitu adek bayar denda saja”
“Saya tidak punya uang, Pak” Jawab Mbak Riez sambil mengeluarkan uang nilai 20 ribu, 5 ribu dan seribu. Total Cuma 26 ribu.
Melihat nominal yang dikeluarkan sangat sedikit dari denda yang ada dalam pasal, Pak Polisi sedikit mengancam kami akan disidang dan menguraikan kejadian-kejadian yang tak mengenakkan jika siding pilihan yang kami pilih.
“Apakah dendanya tidak dibayar lewat transfer ke rekening BRI, Pak?” Tanyaku tiba-tiba. Si Polisi kaget.
“Emang mau ditransfer ke rekening siapa?” tanyanya.
“Ke rekening pemerintah” jawabku asal. Kulihat Mbak Riez sudah mulai panic.
“Oh, itu dulu. Sekarang tidak ada lagi yang seperti itu. Bayar dendanya harus langsung atau disidang” Pak Polisi menarik kembali STNK yang akan diberikannya.
“Saya bayar dendanya saja Pak disini. Pinjam uang zakat itu 50 ribu, Jib” Pinta Mbak Riez memelas. Aku memberikan uang lembaran 50 ribu. Total yang kami kasih ke Pak Polisi sebesar 76 ribu, dan lembaran uang seribunya dikembalikan lagi. Setelah mengambil STNK, si polisi membiarkan kami cabut meski tanpa helm lagi. Kami ketawa-ketiwi disepanjang perjalanan.
“Hitung-hitung kasih polisi THR, Jib. Tak apalah, kita memang salah” Kata Mbak Riez.
Yah, kita memang salah. Jika setiap orang berada diposisi kami tentunya akan memilih jalan damai, meski itu salah. Siapa yang tahu kemana uang denda itu disimpan oleh Pak Polisi? Te Es Te sajalah. Jika kami disidang, tentu permasalahannya akan berbelit-belit. Dalam hati saya berjanji untuk menggunakan helm saat berkendara dan jika punya kendaraan bermotor akan selalu membayar pajak. Bukankah watak polisi seperti itu ada karena keteledoran kita juga sebagai warga Negara yang tidak patuh? Dan saya punya andil dalam membentuk karakter polisi “damai” seperti itu. Naudzubillah……………….
So, sahabat…. Jadilah warga Negara Indonesia yang baik dan bayarlah pajak tepat pada waktunya. Tak peduli apakah pajak yang kita bayar untuk memberi makan tikus-tikus gemuk….

No comments:

Kasih............

Kasih manusia sering bermusim. Sayang manusia tiada abadi. Kasih Tuhan tiada bertepi. Sayang Tuhan Janjinya pasti