Monday, December 13, 2010

Aktualisasi Prinsip 90/10

Written For Nining 

Setiap kita pasti memiliki orang-orang yang kita cintai. Baik itu sahabat, teman baik, kakak, adik, ortu, tetangga, maupun saudara atau family. Setiap kita pasti ingin memberikan yang terbaik untuk mereka yag kita cintai. Empat tahun saya merantau ada kerinduan yang membuncah pada Bunda yang tidak bisa saya tahan lagi. Apalagi Nenek yang mengasuh saya sedari kecil juga sedang sakit keras. Berbekal modal nekad, saya bertolak pulang kampung dan mengundurkan diri dari pekerjaan. Saya mengabaikan tawaran dari teman-teman yang bersedia membantu saya mencarikan pekerjaan baru. Saya ingin focus pada satu hal, ingin bersenang-senang dengan Bunda dalam liburan panjang satu bulan.
Lagipula saya juga sudah janji dengan seorang sahabat lama di Jakarta, Ning dan sahabat-sahabat tercinta di Alamanda 3 untuk reuni. Genap lima tahun tidak bertemu, rasanya ingin mengulang cerita lama dengan orang-orang luar biasa tersebut. Di Bandara Minang Kabau, saya berharap sesosok kurus tinggi dan jilbab berekor nya melambai kearah saya. Teringat kembali sms yang dia kirim semalam bahwa ia tidak bisa menemui saya di Kota Padang, dan kami berjanji kembali untuk bertemu tanggal 23 minggu depan. Saya masukkan kembali ke dalam ransel tas kertas yang berisi coklat-coklat batangan, bola-bola dan berbagai jenis coklat yang sedianya akan saya bingkiskan untuk sahabat saya tersebut.
Namun beberapa hari dirumah, ada perdebatan kecil dengan Bunda yang membuat Bunda menangis dan saya pun tak henti-hentinya menangis karena telah membuat orang yang paling saya cinta menangis. Saya menangis seharian, semalaman, sampai rahang saya sulit digerakkan. Seperti biasa, perdebatan dimulai karena salah pengertian dan saya yang terlalu sensitive saat lewat tanggal 20. Padahal, rencananya saya besok pagi akan mengantar Cik Tam ke Bandara sekalian janjian dengan Ning akan bertemu di Padang, kami akan jalan-jalan ke Bukit Tinggi. Saya sudah menyiapkan baju-baju kedalam ransel, kamera, charger, sunblock, obat anti mabuk, dan bingkisan coklat untuk Ning.
Karena kecewa dengan sikap sepupu saya saat perdebatan dengan Bunda yang menambah keruh suasana, saya urungkan niat untuk pergi bersamanya. Maka, sepupu saya berangkat sendiri mengantar Cik Tam. Sepanjang hari, saya selalu dihantui air mata Bunda yang selalu terbayang menetes saat menghadapi kepala batu saya. Diiringi getaran suara Josh Groban – You Raise Me Up- saya raih handphone dan memencet nomor Bunda. Saya hanya punya nyali meminta maaf lewat handphone daripada meminta maaf didepannya yang menggetarkan lutut, jemari dan jiwa saya. Meski, kami masih satu atap, saya tak berani menatap wanita mulia itu.
Bunda menangis dalam udara, membentuk partikel suara yang menggelitik gendang telinga saya. Rasa haru memaksa retina saya berenang dalam air mata. Bunda memaafkan saya dan kembali meminta maaf pada saya. Rahang saya kembali kaku.
Teringat kembali Prinsip 90/10 dalam buku Stephen R Covey, yang berisi:
 - 10% dari hidup anda terjadi karena apa yang langsung anda alami.
 - 90% dari hidup anda ditentukan dari cara anda bereaksi terhadap apa yang anda alami  pada 10% tadi.
  
 Apa maksudnya ?
 Anda tidak dapat mengendalikan 10% dari kondisi yang terjadi pada diri anda.

Terjemahan bebas dari kejadian yang saya alami kira-kira seperti ini:
Jika seandainya saya mengambil peluang 10% dari perdebatan saya dengan Bunda dengan mengabaikan peluang 90% dari ocehan dari sepupu saya yang menambah keruh suasana, mungkin air mata Bunda tidak akan keluar dengan sia-sia, dan saya akan tetap berangkat ke Padang bersama Cik Tam dan sepupu saya, cuci mata di kota Padang bersama “Pak Boz”, belanja gratis, bertemu dengan Ibu Kos Alamanda, Akhwat Alamanda, Churent, Shizuka, Rudy dan Ning. Menghadiahkan Ning beberapa bungkus golden chocolate, jalan bareng ke Bukit Tinggi, membelikan Mbak Riez Mukena made in Bk Tinggi, refreshing, mengambil photo kenangan, de el el. Alangkah banyak kesempatan yang terlepas dari tangan saya akibat mengabaikan angka 10% tadi. Mengakibatkan saya kehilangan angka 90% yang seharusnya bisa saya kendalikan jika saya bisa mengontrol emosi.
Dan sampai saya menulis ini, saya hanya bisa menatap punggung sepupu saya saat ia berangkat ke kantor dan menciptakan gap kecil diantara kami. Walhasil, bingkisan cokelat tersebut akhirnya saya hadiahkan buat Nenek yang sedang terbaring sakit. Paling tidak, untuk beberapa bulan kedepan Ning cuti dari sakit gigi.

No comments:

Kasih............

Kasih manusia sering bermusim. Sayang manusia tiada abadi. Kasih Tuhan tiada bertepi. Sayang Tuhan Janjinya pasti