Sunday, April 25, 2010

Profil Ummi Royyan

Masjid Raya Batam, 16:04 PM

Setelah dua bulan vakum ngaji, serasa aku menjadi makhluk yang kerdil saat berhadapan dengan para sahabat akhwat. Aku futur diam-diam. Sulit rasanya untuk menangis saat sang murabbi memberikan tausiyah tentang Taujih Ruhiyah, air mataku menyiram jantungku. Aku sangat jarang datang liqo karena keterbatasan waktu (nauzubillah), karena sulit bagiku mengatur jadwal antara kerja dan kuliah, apalagi setelah perusahaan mengeluarkan “fatwa” warning untuk attendance ku yang buruk.
Hari ini, seperti semalam saat aku meratapi kekalahanku, aku tetap tak bisa menangis. Air mata kembali menyiram jantungku, saat Ummi Rayyan-murabbiku, mengatakan perpindahan murabbi. Semua akhwat sedih, apalagi aku yang jarang datang. Meskipun menuntut ilmu bisa dimana dan kapan saja, dan pada siapapun, tapi suasana ruhiyahnya tetaplah berbeda. Disaat semua akhwat sudah berlari kencang, aku masih saja meraba-raba. Dan sekarang beberapa akhwat yang sudah lama ngaji dengan Ummi harus di-rolling ke Murabbi yang lain. Itu sudah peraturan.
Ummi Rayyan masih begitu sangat muda, umurnya belum genap 28 tahun dan telah memiliki dua orang buah hati dari pernikahannya dengan Ust. Bachtiar, Lc. Bahasa Arabnya fasih, pengetahuan agamanya luas, gaul dan memiliki sepasang mata cinta. Mengobrol dengannya membangkitkan semangat dan motivasi ibadah. Kami memanggilnya Ummi. Beberapa orang mutarabbi Ummi Rayyan bahkan ada yang lebih tua darinya, namun ia memiliki kharisma tersendiri.
Menikah diusia muda membuatnya tambah matang dalam dakwah, bekerja sama dengan suaminya yang sama-sama tamatan LIPIA, beliau aktif membina beberapa majelis taklim dan mengajar disekolah formal. Ia datang bersama suaminya ke pulau Batam untuk urusan dakwah, meninggalkan kampong halamannya di Betawi sana. Diantara para murabbi-ku yang sering gonta ganti karena terimbas rolling halaqah, Ummi Rayyan lah yang paling berkesan dihatiku.
Satu hal yang tak pernah kulupa adalah genggaman erat tangannya saat berjabatan, pelukan hangatnya yang mendamaikan dan ciuman yang selalu mendarat dipipi kanan kiriku saat bertemu maupun berpisah dengannya. Ia energik saat diluar rumah, keibuan saat bersama anak-anak dan suaminya, seorang dai didepan masyarakat sekitarnya dan seorang guru sekaligus sahabat di depan kami.
Aku tak pernah melihatnya mengeluh dengan tugas berat dakwah yang diembannya, “semua karena Allah, ukhty” katanya suatu ketika dalam halaqah kami. Selama yang kutahu ia tak pernah absen datang mengajar kami kecuali jika anaknya sakit, dan itupun ia minta kami liqo dirumahnya saja. Menengok kebelakang, kamilah para mutarabbinya yang sering absen dan molor datang liqo, ia selalu tepat waktu, meski rumahnya jauh dari base camp kami di Masjid Raya Batam. Dengan tentengan segala kebutuhan dua anaknya yang masih balita, kami tak pernah menunggunya di base camp, dialah yang sering menunggu kami. Kadang ia kewalahan menjaga dua balitanya sambil mengajar kami, tapi tak ada kata ah  yang terucap dari bibirnya.
Ummi, semoga Allah memberikan ganjaran Syurga yang tinggi untukmu dan keluarga, kebahagiaan dunia akhirat semoga selalu tercurah padamu. Kami semua mencintaimu karena Allah, karena Allah, karena Allah. Meski halaqah kita beda namun kami masih sangat berharap kita masih saling melirik di sela-sela liqo di Masjid Raya. Dan semoga Ummi tidak melupakan kami meski sudah ada mutarabbi yang baru……

No comments:

Kasih............

Kasih manusia sering bermusim. Sayang manusia tiada abadi. Kasih Tuhan tiada bertepi. Sayang Tuhan Janjinya pasti