Tuesday, February 22, 2011

Ibu.....

The Great Migration, A Wonderful Learning
Sekumpulan zebra sedang melakukan perjalanan panjang mencari padang rumput baru sesuai musim yang bergulir. Ratusan ekor binatang belang itu berlari santai melintasi padang rumput kering nun jauh di Afrika sana. Nampaknya persediaan rumput sudah menipis dan persaingan antar “klan” makin memanas. Berpasang-pasang zebra bertahan hidup dan mencoba berhijrah ketempat yang lebih hijau. Melalui berbagai rintangan, berjuang menghindari predator-predator yang mencekam. Berpacu, berlari menghindari taring-taring sang macan atau cengkraman raja hutan. Terkadang harus berpikir keras untuk menghindari siasat licik serigala. Sang induk berusaha menjejeri langkah kecil sang anak untuk melindunginya dari predator yang bersembunyi diantara semak-semak kering. Sementara sang ayah mengawasi dengan ekor matanya. Kiri kanan dan terkadang ke depan dan kebelakang.
Namun, dalam perjuangan tentu ada pengorbanan. Sekumpulan zebra itu terus berlari, melindingi keluarga mereka masing-masing. Tibalah saatnya sang induk menebus diri. Ia terkapar diatas padang tandus. Tak lagi bergerak. Sang anak berusaha membangunkannya dengan mengeluskan kepalanya keperut sang induk. Berkali kali ia mencoba, namun sang induk tak bergerak jua. Apalah daya sang anak, ia berlari memutari tubuh beku ibunya. Melolong mencari pertolongan. Duhai, kemanakah langkah harus diayun, jika arahnya telah patah. Kemana kasih akan berlabuh jika dermaganya telah roboh. Ia terus memutari tubuh induknya dan sesekali menyandarkan kepala keperut induknya. Sementara kawanan zebra yang lain sudah berlari sangat jauh. Ia tertinggal sendirian. Tapi sebuah bayangan muncul dibawah cahaya matahari pagi, ia berlari kearah bayangan itu yang ternyata sang ayah yang kembali kebelakang. Mungkin ketika ia menengok kebelakang, dan baru menyadari anak istrinya telah tertinggal dan ia harus kembali.
Menyadari sang induk tewas, ia mengajak anaknya menyusul kawanan yang lain dengan melangkah perlahan menjauhi sang induk. Tapi sang anak tak mau maju. Ia masih membelai tubuh sang induk berusaha membangunkannya. Butuh waktu berjam-jam bagi sang ayah untuk meyakinkan sang anak bahwa ibunya “telah tiada”, sampai beberapa ekor burung bangkai yang menanti dengan sabar kehilangan kesabarannya. Ia mengepak-ngepakkan sayapnya pada anak zebra agar merelakan sang Ibu menjadi santapan paginya. Namun sianak bergeming. Ia berlari-lari mengitari mayat sang ibu, sampai terjadi sebuah pemandangan yang mengerikan, tubuh ibunya tak lagi utuh, sebagian sudah berada diparuh burung yang sangat menjijikkan itu. Sang ayah menuntun langkah sang anak berjalan maju, berusaha menjauhkan anaknya dari pemandangan yang mengerikan itu.
Menjelang sore, mereka baru bisa menyusul kawanan lainnya. Sang ayah sibuk memikirkan siapakah yang mau mengadopsi anaknya? Dalam kondisi seperti ini tak kan ada betina lain yang mau mengadopsi bayi. Tapi ia tau yang terbaik untuk anaknya. Sepanjang jalan mereka selalu terlihat berdua, tanpa ada betina lain diantara mereka. Nampaknya, ia akan membesarkan anaknya sendirian diantara kawanan lainnya sampai sang anak bisa mencapai pucuk daun carob yang bertebaran disepanjang jalan.
Great Migration, yang ditayangkan oleh NatGeo Channel, memberikan pelajaran berharga padaku sore ini.
Ibu, engkau adalah pelita hati, menerangi jalanku disaat gelap, menuntun langkahku disaat aku lemah. Ibu, mutiara jiwa, penyejuk pandangan mata, penyembuh luka, penawar bisa. Tiada kata yang bisa kugoreskan selain kata-kata cinta dan beruntai doa. Tiada yang bisa kulakukan selain bakti yang tak kunjung sampai.
Ibu adalah sosok wanita termulia dalam kehidupan kita. Wanita yang menyabung nyawanya demi kita, mengurangi suapannya demi perut kita. Ibu yang melahirkan, menyusui, mengasuh, membimbing, mengajarkan kita melangkah setapak demi setapak, sekata demi sekata hingga kita dewasa seperti sekarang. Dan ketika kita dewasa, seorang wanita lain berusaha menggantikan Ibu, kita dengan mudah melupakan Ibu yang sebenarnya. Tak lagi mengirimkan beliau untaian doa, kata-kata cinta, perhatian dan kasih sayang apalagi kepingan rupiah.
Kita semakin tak mempedulikannya disaat hadir makhluk imut lainnya. Tak lagi menanyakan kabar atau sekedar berkunjung sebentar. Lupa segalanya, seolah fragmen puluhan tahun lalu itu tak pernah ada. Fragmen yang kita ulangi sepanjang masa. Kita lupa, bahwa kitapun akan mengalami masa yang sama, fragmen dimana kita akan menjadi orang tua juga.
Teringat belasan tahun lalu, saat aku memaksakan diri untuk menghitung bintang setiap malam. Engkau mengatakan, “Tak usah kau hitung bintang, Nak. Silahkan tulis namamu pada salah satu bintang, sebelum orang lain sempat menuliskannya” walaupun terdengar konyol jika dipikirkan sekarang, tapi aku tahu makna kata yang keluar dari bibir suci itu. “Engkau takkan mampu menghitung nikmat Allah, cukuplah engkau syukuri apa yang telah engkau dapat”. Ibu, pelajaran yang engkau sajikan disetiap malam itu tak pernah kudapatkan disekolah manapun.
Aku adalah orang yang sangat beruntung, sangat beruntung. Aku masih memiliki Ibu. Kasih sayang, cinta, perhatian dan tatapan lembut itu benar-benar kurasakan sekarang. Disaat aku gamang, tatapan cinta itulah yang kubutuhkan. Teringat disaat aku akan meninggalkan Ibu untuk sementara waktu, beliau memelukku erat dalam dekapannya sampai fajar menyingsing. Dalam dekapannya aku tertidur sepanjang malam. Esoknya, ketika aku akan pergi ke pulau seberang, aku tak mampu menatap mata yang mengiba itu, mata yang tak berani meminta aku untuk tetap tinggal, “Ibu tak punya penahan yang bisa mencegahmu pergi. Pergilah dengan cinta Ibu” kata Ibu waktu.
Didalam bis, aku hanya bisa tersedu. “Ibu sayang, bukan karena Ibu tak punya penahan, tapi memang anakmu ini yang keras kepala, aku hanya ingin membuat Ibu bahagia”.
Tak bisa kulukiskan, betapa aku sangat merindukan Ibu. Rindu serindu-rindunya. Rindu belaiannya, tatapan penuh cintanya. Aku rindu segalanya tentang Ibu. Aku tak bisa menemukan alasan kenapa banyak orang yang lupa akan ibunya. Saat telah beristri, setelah punya suami dan anak-anak, perhatian dan cinta kepada Ibu semakin berkurang. Kenapa? Apakah perhatian mereka sudah teralihkan dengan keluarga barunya?
Pun, malam ini aku tak bisa tidur. Memikirkan Ibu, tak terasa air mataku tumpah. Aku sering menyakiti perasaan Ibu, sering meninggikan suara padanya disaat ada yang tak kusuka. Ibu, maafkan anakmu ini, maafkanlah. Ibu, aku sering membiarkan engkau bekerja sendirian didapur, aku asyik didepan tv, dengan keyboard ini atau dengan buku-buku. Saat mata mulai lelah menatap layar monitor, engkau datang menyajikan segelas teh dan cemilan. Sebelum kedatanganku dari pulau seberang, engkau telah menata rumah sedemikian rupa, mengganti seprai dengan warna cerah, menyusun baju-baju lamaku dengan rapi dalam lemari dan menyambutkan dengan berkuntum-kuntum bunga segar yang engkau letakkan dimeja tamu. Dan hidangan kesukaanku sudah menanti dimeja makan.
Ibu, meskipun engkau sibuk mengurus, Nenek yang sedang sakit, engkau tak pernah melupakan anakmu ini. Engkau tetap menyempatkan waktu menyambut kedatanganku yang tak membawa apa-apa. Senyum yang tak pernah kulupa dalam tidur dan mimpiku. Ibu, aku hanya ingin terus berada dalam dekapanmu…….

No comments:

Kasih............

Kasih manusia sering bermusim. Sayang manusia tiada abadi. Kasih Tuhan tiada bertepi. Sayang Tuhan Janjinya pasti