Thursday, May 6, 2010

Tak Ada Salahnya Menangis, Ukhty

         Hidup Ibarat Seutas Tali Tambang 
Tak ada salahnya menangis, Ukhty….
Aku berbisik dari belakang Tazky saat  ia ceritakan semua kepedihannya. Memeluknya dari belakang, aku menggenggam tangannya erat. Aku turut merasakan kepedihannya saat ini, saat-saat vonis dokter menghujatnya. Tapi sebelum dokter galak itu menjatuhkan vonisnya, Tazky sudah tahu jauh-jauh hari bahwa ia adalah seonggok makhluk yang tak sedap dipandang.
Tazky menderita vitiligo sedari kecil. Ini diketahui setelah ia beranjak remaja saat-saat warna kulitnya berubah seperti jamur. Tazky yang bererawakan sedang mempunyai kelainan kulit turunan dari ayahnya. Tapi busana takwanya menutupi kekurangannya itu, ia tetap gadis yang manis bagi kami, sahabatnya.
“Apa yang istimewa dariku, Hil?” Tanyanya.
Aku tersenyum. Kupijit jemarinya sekadar menghilang rasa tegang dihati.
“Aku cacat jasmani, Hil. C-A-C-A-T”. Tazky mengeja kata-kata itu. “Aku cacat dan berpenyakitan”.
Aku masih terdiam.
“Tak ada yang bisa dilihat dari diriku, Hil. Tak ada yang istimewa.”
Sulit merangkai kata-kata yang tepat jika aku berada pada posisi Tazky.
Mengetahui bahwa dibalik keriangan Tazky, ia adalah seorang gadis yang (maaf) cacat, aku sama sekali tidak menyangka meskipun sudah berbulan-bulan tinggal satu atap dengannya. Tangan Tazky ternyata tidak sempurna, tapi tidak terlihat jelas jika tangannya sedang diam.
“Taz, tak ada satupun orang didunia ini yang sempurna, semua pasti punya kekurangan dan kelebihan masing-masing” Nasehatku yang basi, pikirku.
“Memang tidak ada orang yang sempurna, tapi aku adalah bagian dari ketidaksempurnaan itu, Hil”.
“Taz…” Kupandangi bola matanya yang kecoklatan, ada telaga disana, bening seperti perut rusa betina. “Kesulitan dalam hidup ini seperti seutas tali tambang yang saling berpelukan dan melilit satu sama lainnya….” (Bahasa yang terlalu puitis, pikirku). “Sebagian dari tali tambang itu adalah kebahagiaan dan sebagiannya lagi adalah kesedihan. Kesatuan keduanya menciptakan seutas tali tambang yang kuat sehingga mampu menahan kapal di dermaga. Taz, yakinlah, Allah memberi cobaan ini karena Dia Tahu, dirimu mampu menerimanya. Jika cobaan ini ditimpakan padaku, mungkin aku bisa gila. Maka, dirimu termasuk dari orang-orang pilihan.” Entah dari mana kata-kata pusaka itu kutemukan, yang jelas aku sangat menyukainya.
“Tapi aku seperti kesulitan yang dililit kesulitan lagi dan ujungnya adalah kesulitan juga.”
“Jangan berkata seperti itu, Taz…”
Tazky yang baik, setiap geriknya menimbulkan kekocakan diantara kami. Ia akhwat yang periang, ramah dan sering dijuluki akhwat SKSD (sok kenal sok dekat). Tazky mudah akrab dengan orang-orang baru, ia tipe sahabat yang setia. Kuceritakan tentang Taz disini (bukan nama sebenarnya) agar menjadi ibrah bagiku dan teman yang lain, mengenai pelajaran seutas tali tambang, bahwa hidup tanpa cobaan akan hambar dan tanpa rasa.
Jika satu lingkaran adalah 360, setengah lingkaran adalah 180, maka bisa diibaratkan tangan Taz adalah seperempat lingkaran dari normalnya. Taz tak mampu menekuk tangannya hingga jari-jarinya mampu mencapai pundak. Kecelakaan masa kecil berakibat fatal pada fisiknya. Meskipun tak terlihat jelas, namun Taz kehilangan sebagian dari fungsi tangannya. Misalnya mengepang rambut, memasang peniti pada leher jilbab dan memasang bros di dada, Taz akan kesulitan melakukannya meskipun bisa.
Mengenai kulit Taz, bagi orang yang belum mengenalnya, atau orang-orang yang sedikit kuper tentang dunia kesehatan, akan menganggap Taz adalah gadis yang jorok. Kulit Taz berbercak putih seperti jamur khususnya pada bagian tangan dan kaki. Meskipun samar, namun terlihat jelas. Taz selalu minder jika bergaul dengan teman yang lain, ia selalu mengenakan baju panjang dan celana penjang meskipun di dalam rumah. Dan kenyataannya sekarang, aku baru tahu kalau Taz juga cacat akibat kecelakan waktu kecil.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (Al Baqarah:286)
Taz, gadis yang istimewa bagiku. Aku banyak belajar dari cara hidupnya. Ketegaran yang ia bangun sejak kecil, menerima bahwa dirinya telah cacat fisik dan membangun kesabaran yang dilatihnya dari nol hancur seketika ketika umurnya sudah genap seperempat abad. Apalagi yang akan dicemaskan oleh seorang gadis jika ia telah benar-benar menyadari akan kekurangannya? Mencemaskan laki-laki mana yang mau menerima ia apa adanya. Taz menangis dalam diam, berusaha agar isaknya tidak meledak. Aku berusaha menenangkannya saat ia mengembalikan biodata seseorang yang ingin mengenalnya lebih jauh,
“Aku belum sanggup mengenal siapa-siapa, Hil. Aku tak mau mengecewakan” katanya.
Lalu sampai kapan Taz akan bertahan seperti ini? Menunggu seseorang yang mau menerima ia apa adanya, sampai kapan? Jika ia tak pernah mau mencoba dan membuka diri.
“Aku belum punya pilihan…” Taz menutup ceritanya sore itu. Dibawah lembayung senja, tepi balkon rumah kami. Ia masih menangis berurai air mata. Tak ada salahnya menangis, jika airnya dapat menyejukkan hati. Taz sesunggukan ditepi balkon.
Ya Allah, jika hamba adalah makhluk yang tidak pandai bersyukur, ajarilah hamba untuk bisa mensyukuri semua nikmat yang telah Engkau beri……
Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (At Taubah:51)



No comments:

Kasih............

Kasih manusia sering bermusim. Sayang manusia tiada abadi. Kasih Tuhan tiada bertepi. Sayang Tuhan Janjinya pasti