Tuesday, May 3, 2011

Menuntaskan Perubahan

Menengok Ke Belakang, Sejenak
Jika saya menengok kebelakang sejenak, rasanya ingin menghakimi diri sendiri. Apa kontribusi saya dijalan dakwah ini? Amalan apa yang sudah saya lakukan? Apakah saya mengambil bagian dari jeruji panjang perjuangan ini? Apa yang sudah saya lakukan untuk agama mulia ini? Saya bukan seorang yang giat, saya bukanlah seorang yang aktif, saya orang tanpa semangat, dan tidak pernah ‘menuntaskan perubahan’ untuk diri saya sendiri, apalagi untuk jalan dakwah ini. Saya tak pernah total dalam aktivitas yang saya lakukan.
1 Mei 2011, Batam kedatangan tamu istimewa, Wakil Wali Kota Padang, Sumatera Barat, Buya Mahyeldi Ansharullah. Kedatangan beliau untuk mengisi acara Jalsah Ruhiyah Akhwat yang diadakan Kaderisasi PKS Batam. Semangat dan antusiasme beliau mengingatkan saya pada awal menapaki jalan dakwah ini, semangat beliaulah yang memotivasi saya untuk ‘menuntaskan perubahan’ dalam diri saya.
        Rasa sesal dan bersalah menggunung rasanya. Ketika terbuka jalan bagi saya untuk ‘bergerak’ saya ogah-ogahan melaluinya. Teringat beberapa tahun silam, untuk pertama ,kalinya saya berkecimpung disebuah organisasi, bersama dua sahabat saya. Ning dan Ningc, kami membangun organisasi ‘kecil-kecilan’ yang bergerak dibidang pendidikan khusus untuk anak-anak jalanan. Ide tersebut tercetus saat saya dan Ningc memberikan kejutan untuk Ning diulang tahunnya yang ke-21, kami mengundang anak-anak jalanan yang kami kumpulkan dari Pasar Raya Padang. Diatas dinginnya lantai satu Masjid Muhammadiyah (At Taqwa), kami mengikrarkan misi tersebut. Sekitar 10 anak jalanan sudah terkumpul untuk kami bina dan disekolahkan gratis dengan biaya penuh. Dana tersebut kami dapatkan dari bantuan teman-teman kampus.
Proposal sudah siap, dana sudah ada dan donator tetap sudah bersedia membantu. Organisasi Anjal dengan nama N2H itu akhirnya tenggelam tanpa kami sadari. Kami sadar saat kami megap-megap karena kehilangan anak-anak jalanan yang tidak lagi kami control keberadaanya. Semua itu gagal karena saya, dan 2 sahabat saya yang tak punya semangat untuk menuntaskan perubahan itu.
Dakwah adalah kewajiban setiap Muslim. Menyebarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah kewajiban. Saya ingin menjadi bagian dari sesuatu yang besar, menjadi bagian dari nadi jalan dakwah yang menunjukkan ke jalan yang penuh cahaya ini. Rasanya ghirah keislaman saya menggebu-gebu waktu itu. Saya dan beberapa akhwat Alamanda pun tergabung dalam sebuah forum remaja masjid. Awalnya, semangat itu seperti semangat berlari ratusan kilometer untuk meraih reward yang telah dijanjikan kelak. Tapi belum sampai separuh jalan, saya sudah ngos-ngosan. Semangat saya meredup seketika. Tidak mati, tidak pula hidup. Hidup segan matipun malu-malu.
Sayapun mulai malas datang syuro (pertemuan-rapat-meeting), jarang menghadiri acara yang diadakan forum dengan alasan sedang sibuk final report. Diikuti oleh satu persatu teman-teman saya akhirnya semangat itu benar-benar mati. Padam sama sekali tanpa malu-malu lagi. Begitupun dengan aktivitas lainnya, LDK, FSLDK, KAMMI, Jarmus, dan kegiatan di wisma Alamanda, saya ogah-ogahan menjalaninya. Ketika semua orang ber-arung jeram, mengambil resiko dalam perjuangan yang berat, saya bemain-main ditepi, sibuk dengan diri saya sendiri.
Pun dalam pelarian saya ke pulau ini. Saya tak jua merasa terpanggil, tak merasa bagian dari perjuangan meski berjuang untuk mempertahankan diri saya sendiri dari arus zaman. Saya sibuk membuat target masa depan untuk kepentingan dunia saya. Saya mengabaikan kesempatan dan ajakan teman-teman saya untuk ikut mengambil bagian dari perjuangan, bergabung dengan orang-orang yang berdedikasi untuk mengakkan kalimatullah. Saya, dengan semangat yang redup, dedikasi 0 besar, tetap berkutat dalam target duniawi, sementara para tentara Allah menguras tenaga dan waktu mereka demi dakwah ini. Inilah saya.
Ketika saya mulai mengumpulkan puing-puing semangat, sayapun ingin total berdakwah lewat kata yang difasilitasi oleh tabloid sebuah Majelis Taklim di perusahaan tempat saya bekerja. Ketika ghirah dakwah saya stabil dan kata-kata mengalir lancar lewat tuts-tuts computer, teman yang menggawangi tabloid tersebut harus hijrah bekerja di tempat lain, begitupun saya. Diiringi oleh hijrahnya semangat kontributor lain.
Disini, saya kembali menengok kebelakang. Apa yang sudah saya lakukan untuk agama mulia ini? Untuk Bangsa dan lingkungan saya? Tidak ada. Saya harus memulai menyemai kembali semangat saya. Saya tak ingin lagi padam, saya ingin menjadi bagian dari sesuatu kebaikan. Setiap gerak perbuatan, setiap kata dan tindakan, adalah dakwah. Saya ingin kembali hidup. Hidup dalam arti yang memiliki arti. Pada wajah-wajah polos itu saya ingin tanamkan ghirah itu, menuntaskan perubahan yang tertunda….

No comments:

Kasih............

Kasih manusia sering bermusim. Sayang manusia tiada abadi. Kasih Tuhan tiada bertepi. Sayang Tuhan Janjinya pasti