Sunday, July 3, 2011

Iklan, Merk dan Boikot

“Semua orang pada prinsipnya melakukan apa yang
mereka sukai bukan apa yang seharusnya
mereka lakukan.”
(Parker)
Iklan
Apakah anda termasuk penikmat iklan, sinetron atau program kreatif tv? Kalau saya lebih suka nonton iklan ketimbang sinetron yang tidak berkualitas. Alasan kesukaan saya adalah iklan jauh lebih kreatif daripada sinetron ataupun film Indonesia, selain iklan ngeyel, iklan sabun mandi atau iklan obat kuat tentunya. Soalnya terkadang saya penasaran menghubungkan antara wanita seksi dengan mobil mewah sampai sabun batangan yang harganya cuma seribu, atau hubungan rokok dengan kaum intelektual. Terkadang ada juga iklan yang ‘cerdas’ berisi pelajaran moral, atau iklan yang menghibur. Akhir-akhir ini saya suka iklan kartu GSM. Misalnya perang iklan antar dua operator, saling berbalas pantun, dan yang lain ‘menyabotase’ semua iklan operator GSM dan mengemasnya menjadi satu sehingga terkesan lebih ‘ramah’.
Iklan yang bagus belum tentu kualitas produknya juga bagus. Sebagai konsumen yang cerdas, jangan sampai kita tertipu dengan kemasan iklan yang menggoda, artis pemeran yang mempesona atau istilah yang dipakai dalam iklan yang menggambarkan seolah-olah ini adalah produk yang bagus, aman dan ramah lingkungan. Padahal artis pemerannya sendiri belum tentu menggunakan produk tersebut.

Merk
Saya orang yang ‘fanatik’ (dalam tanda kutip, lho) dengan merk dan perusahaan yang memproduksinya. Misalnya, saya senang sekali menyeruput teh hangat merk dalam negeri. Jika sedang makan diluar saya selalu memesan teh botol merk yang sama atau teh seduh. Jika saya tertarik dengan suatu produk, yang pertama saya lihat dulu adalah perusahaan yang memproduksi, ingredient dan kemasan. Kenapa? Seperti yang saya katakan diatas, iklan yang mewah belum tentu produknya bagus. Banyak iklan produk kosmetik, sabun mandi, shampoo, pasta gigi atau makanan dan minuman yang mewah dan memasang artis papan atas, kemasan yang bagus tapi tidak berkualitas dan bahkan pernah diulas beberapa media cetak sebagai produk yang berbahaya untuk dikonsumsi secara terus menerus meskipun sudah terdaftar di LPOM. Setelah ‘ketahuan’ oleh media, perusahaan yang bersangkutan langsung membenahi image-nya dengan iklan yang serba wah dan meyakinkan. Sayangnya, media tidak terlalu meng-ekspos kasus ini terlalu jauh. Namanya juga politik bisnis, semua bisa didinginkan dengan uang.
Untuk meng-antisipasi ini, kitalah sebagai konsumen yang harus cerdas memilih.
Nah, ini bagian yang saya suka. Jika saya sedang jalan-jalan ke supermarket (saya harap Mbak-Mbak SPG-nya tidak bosan melihat saya yang suka berdiri kelamaan di rak-rak besar yang berjejer) saya suka hunting produk baru yang ada diiklan. Bukan berniat membeli, tapi cuma ingin membaca ingredient, perusahaan yang memproduksi dan mematut-matut kemasannya. Jika ada nama kimia yang janggal menurut saya, saya langsung tanya Engkong Google.  Jika kemasannya menarik, saya ingin mengatakan, betapa kreatifnya. Saya adalah pelaku boikot sejak tujuh tahun lalu, maka sebelum membeli suatu produk, saya harus men-cek perusahan manufacturingnya.  Aktifitas boikot saya ini sering jadi bahan ledekan oleh teman-teman saya. ‘Lha, ente aja pakai produk Amerika Zionis juga tuh’. ‘Aduh MJ, saya bawa oleh-oleh lho, tapi maaf, produk Amerika sih….’

Memang saya tidak bisa boikot seratus persen. Laptop saya aja merk-nya Acer, saya juga pengguna Pesbuk, Windows, lagi pula saya juga menggunakan jasa Blogger untuk melapak tulisan-tulisan saya. Saya juga suka nanyak-nanyak ke Engkong Google. Untuk beberapa produk kita memang tidak bisa boikot, karena Indonesia belum cukup canggih untuk memproduksi produk yang berbau teknologi. Tapi bukankah produk-produk tersebut adalah produk seumur hidup, atau paling tidak sekali atau dua kali kita membelinya seumur hidup. Berbeda dengan produk untuk kebutuhan sehari-hari seperti detergent, perawatan bayi, sabun, shampoo, es krim, makanan cepat saji, minuman dan sebagainya. Jika jatah hidup kita adalah lima puluh tahun, sudah berapa butirkah peluru yang kita sumbangkan untuk membunuh saudara kita di Palestina?
Seperti yang dikatakan oleh KH Rahmat Abdullah, bahwa kita boleh saja memakai produk yang termasuk dalam daftar boikot, jika itu kita gunakan sebagai senjata untuk melawan hegemoni mereka. Jika yang lain bisa dengan jihad fisik, harta, ilmu dan pena, maka sebagai saudara sesama Muslim, hanya aksi inilah yang mampu saya lakukan, sebagai tanda cinta saya kepada mereka. Aksi yang mudah, efektif dan efisien jika dilakukan secara kontinyu, apalagi jika sebagian saja dari umat Muslim dunia yang melakukannya, bisa dibayangkan bagaimana kocar-kacirnya ekonomi mereka. Dan ini juga sebagai janji saya pada seorang Palestine yang terusir dari tanah airnya, Bro Shadi, saat dia bertanya apakah saya mencintai Al Aqsa?
Seperti kata Parker, “Semua orang pada prinsipnya melakukan apa yang mereka sukai bukan apa yang seharusnya mereka lakukan.” I have to break it! Saya harus melakukan apa yang saya sukai dan apa yang seharusnya saya lakukan, dua-duanya harus.

No comments:

Kasih............

Kasih manusia sering bermusim. Sayang manusia tiada abadi. Kasih Tuhan tiada bertepi. Sayang Tuhan Janjinya pasti