Sunday, June 12, 2011

Jilbab Wanita Muslimah

Jilbab AlMar’ah AlMuslimah Fii Al-Kitab Wa As-Sunnah
Oleh       : Syaikh Nashiruddin Al Albani
Penerbit : Media Hidayah


Hukum Cadar
Saya sering ditanya oleh rekan-rekan saya tentang hukum cadar, hukum warna pakaian, dan wajibkah menutup telapak tangan. Apakah orang yang memakai pakaian serba hitam, berjubah dan berkumpul hanya dengan komunitasnya sendiri, termasuk ahlussunnah wal jamaah? Sungguh… sayapun orang yang cetek pengetahuan agamanya, jika menjawab takut salah, jika tak dijawab komentarnya asem, “ente, kan berjilbab lebar tuh… masa gak tahu….?” Alemakkk…
Kebetulan, saya pernah tinggal dipemukiman yang ramai dihuni oleh muslimah-muslimah bercadar. Saya sering mampir ditoko buku mereka, dan menemukan buku dengan judul diatas. Ditulis oleh Syaikh Al Albani, buku-buku Syaikh banyak yang menjadi rujukan ulama, namun menurut Syaikh Al Albani hukum cadar adalah SUNNAH dan merupakan perkara yang BAIK. Wajah dan kedua telapak tangan wanita adalah bukan aurat (hal:9).
Pengertian Jilbab, Hijab & Khimar (Kerudung)
Menurut Syaikh Al Albani, jilbab adalah kain yang dipakai wanita diatas khimarnya. Jilbab adalah pakaian yang menutupi mulai dari ujung rambut hingga telapak kaki. Al Baghawi mengatakan, “Jilbab adalah pakaian yang dikenakan oleh wanita merangkapi khimar dan pakaian yang biasa dikenakan di luar rumah.
Pengertian khimar adalah kerudung atau tutup kepala. Menurut Ibnu Hajar didalam kitabnya Fathu Al Bari berkata, “Khimar yang dipakai wanita seperti sorban yang biasa dipakai laki-laki.”
Dan pengertian hijab adalah kain pembatas, seperti hijab/kain pembatas yang membatasi shaf wanita dan laki-laki. Hijab dalam pengertian umumnya adalah kain pembatas. Setiap jilbab adalah hijab, namun tidak semua hijab itu jilbab.
Syarat-Syarat Jilbab Syar’i Menurut Al Quran Dan Al Hadits
1.    Menutup Seluruh Tubuh Selain Yang Dikecualikan
“Katakanlah kepada wanita yang beriman, Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS An Nur : 31)

Pengertian dari “dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya”, menurut Syaikh Al Albani, tafsir Ibnu Katsir, Al Qurthubi dan jumhur ulama (mayoritas ulama) adalah wajah dan kedua telapak tangan. Pengecualian tersebut diberikan kepada wanita untuk melakukan kegiatan dan bersosialisasi.
Dari Imran bin Hushain, katanya: “Suatu ketika aku pernah duduk bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba Fathimah datang lalu berdiri dihadapan beliau SAW. Saya memandang kearahnya. Diwajahnya ada darah yang kekuning-kuningan. Rasulullah SAW berkata kepadanya, ‘Mendekatlah, Fathimah!’ lalu Fathimah pun mendekat hingga berdiri persis didepan beliau SAW. Beliau SAW pun mengangkat tangan, lalu meletakkannya didada Fathimah, pada tempat menempelnya kalung. Lalu, beliau SAW membuka jari jemari beliau tadi, lalu berkata, ‘Wahai Allah, Dzat yang sanggup menghilangkan rasa lapar dan mengangkat seseorang dari kerendahan, janganlah Engkau jadikan Fathima binti Muhammad sakit”. (Hadits ini diriwayatkan oleh  Ibnu Jarir dan Ad Daulabi)
Para shahabiyah dan wanita salafussaleh menutup wajahnya karena itu merupakan sunnah dan perkara yang baik, namun banyak juga dari para wanita mulia tersebut tidak menutup wajah dan kedua telapak tangannya.
Imran berkata, ‘Maka, akupun pandangi Fathimah. Darah telah memenuhi mukanya. Dan darahnya tadi sudah berubah kekuning-kuningan semua.’ Imran berkata lagi, ‘Setelah selang beberapa hari lama dari kejadian itu, saya bertemu lagi dengan Fathimah. Lalu saya bertanya kepadanya (tentang penyakitnya dulu).’ Dia menjawab, ‘Sekarang saya sudah sembuh.’”
Al Qurthubi dan ulama lainnya menjelaskan  sebab turunnya ayat:

“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al Ahzab : 59).

Yaitu, bahwa kaum wanita (Mukminah) pada waktu itu, jika mereka menutup kepala dengan kerudungnya mereka juraikan kebelakang punggungnya sebagaimana umumnya para wanita waktu itu, sehingga leher dan kedua telinganya tidak tertutup. Kemudian Allah Ta’ala menyuruh mereka agar menutupkan kerudungnya tadi ke dada.
So, saudariku, melingkarkan jilbab ke leher (jilbab cekik), amat tidak pantas, apalagi dengan style penampilan muslimah seperti zaman sekarang (maaf) seperti sedang menantang.

2.    Tidak Untuk Berhias
“…..dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu….” (Al Ahzab : 33)
Jilbab disyaratkan tidak untuk berhias seperti firman Allah diatas. Berhias atau tabarruj adalah perbuatan wanita menampakkan perhiasan dan kecantikannya, serta segala sesuatu yang seharusnya ditutup.
Abdullah bin Amru mengisahkan:

Umaimah Binti Ruqaiqah pernah datang berbai’at kepada Nabi SAW untuk masuk Islam. Nabi SAW berkata. “Saya membai’at kamu untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anakmu, tidak membuat-buat kedustaan yang dibuat dengan kedua tangan dan kedua kakimu, tidak meratap, tidak bertabarruj seperti dilakukan wanita-wanita jahiliyah dulu (HR Ahmad).
Tabarruj adalah sikap berlebih-lebihan wanita dalam berdandan. Seperti alis yang dicukur, eye shadow tebal, bedak tebal, lipstick yang “clink” , pokoknya seperti ondel-ondel atau yang dikenakan artis-artis sekaranglah.
Namun tidak dikatakan tabarruj jika pakaian yang digunakan selain hitam atau putih (kuning, merah, hijau dll). Karena praktek para shahabiyah yang mengenakan pakaian selain warna hitam dan putih.

a. Dari Ibrahim An Nakha’i, bahwa pernah ia bersama Al Qamah dan Al Aswad  mengunjungi istri-istri Nabi SAW dan dia melihat mereka mengenakan pakaian-pakaian panjang berwarna merah.
b. Dari Ibnu Abi Mulaikah, dia berkata, “Saya pernah melihat Ummu Salamah mengenakan baju dan pakaian panjang yang berwarna kuning.

3.    Kainnya Harus Tebal dan Tidak Tipis
Menutup berarti tidak terlihat lagi dan tak mewujud warna kulit dan bentuk tubuh. Sekarang banyak kita jumpai mukena yang tipis dan sangat tipis malah yang dikenakan muslimah untuk shalat tanpa dilapisi jilbab/kerudung didalamnya, sehingga mewujudkan warna kulit. Hal itu tidaklah diperbolehkan.
Rasulullah SAW bersabda:

“Pada akhir zaman nanti akan ada wanita-wanita dari kalangan umatku yang berpakaian, namun pada hakekatnya mereka telanjang. Diatas kepala mereka seperti terdapat punuk unta. Kutuklah mereka itu, karena sebenarnya mereka itu wanita-wanita terkutuk.”

Alangkah banyak mode dan jenis jilbab yang digambarkan seperti itu, apalagi jika dikenakan tanpa dilapisi dengan kain tebal didalamnya sehingga bentuk telinga, leher dada samar terlihat. Naudzubillah…

4.    Kainnya Harus Longgar Dan Tidak Ketat
Pakaian yang tebal namun ketat dan sempit dan menampakkan lekuk tubuh dapat mengundang fitnah. Wanita yang mengenakan pakaian seperti ini mengenyampingkan rasa malu dan izzah nya (harga diri) sebagai muslimah. Padahal tujuan jilbab adalah menjaga kesucian wanita itu sendiri.
Rasulullah bersabda:

“Perasaan malu dan iman itu keduanya selalu bertalian; manakala salah satunya hilang, maka hilang pulalah satu lainnya” (diriwayatkan oleh Al Hakim dan Abu Nu’aim dari Ibun Umar)

5.    Tidak Diberi Wewangian Atau Parfum
Jilbab disyariatkan tidak diberi wewangian atau parfum berdasarkan dalil-dalil yang melarang wanita memakai wangi-wangian jika keluar rumah.
Nabi SAW bersabda:

“Parfum wanita adalah yang tampak warnanya namun tersembunyi baunya”

wanita boleh saja memakai wewangian namun janganlah yang mencolok baunya sehingga orang yang mencium baunya bisa klepek-klepek seperti ayam habis makan dedak beracun. Dan janganlah memakai parfum kemudian dengan sengaja berjalan melintasi kerumunan laki-laki agar mereka bisa mencium betapa wanginya….(seperti diiklan parfum dan sabun mandi tuh…!).
dari Abu Musa Al Asy’ari bahwa dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda:

“Perempuan yang memakai wewangian, lalu dia lewat dihadapan laki-laki agar mereka mencium baunya, maka dia adalah pezina” (diriwayatkan oleh An Nasa’i, Abu Dawud dan At Tirmidzi).

6.    Tidak Menyerupai Pakaian Laki-Laki
Dari Abu Hurairah, dia berkata;

“Rasulullah SAW melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, Al Hakim dan Ahmad)

Dari Abdullah Bin Amru, katanya, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Bukan termasuk golongan kami wanita yang menyeruai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita.” (Diriwayatkan oleh Ahmad)

Bagaimana dengan celana jeans?
Celana jeans adalah produk barat dan ditemukan pertama kali oleh seorang Yahudi di Amerika. Permasalahannya bukan karena ini produk siapa, tapi orang-orang Barat telah berhasil membaratkan generasi muda Muslim yang menganggap jeans adalah pakaian yang pantas-pantas saja. Celana jeans pada hakikatnya adalah pakaian kaum pria – menyerupai pakaian laki-laki-, jeans jenis apapun tidaklah syar’i karena membentuk lekuk tubuk wanita secara nyata ! Renungkanlah dengan pikiran jernih dan akal sehat kita. Berkacalah pada orang-orang disekitar kita, apakah terlihat santun Muslimah yang mengenakan jeans ketat?
Wanita diperbolehkan memakai celana berbahan longgar sesuai pada tempatnya, yaitu didalam/ditutup oleh jilbabnya atau didalam/ditutupi oleh gamis, rok atau abaya. Begitu pendapat Syaikh Al Albani.

7.    Tidak Menyerupai Pakaian Orang-Orang Non Muslim
Seorang Muslim tidak boleh tasyabbuh (menyerupai) orang-orang non muslim baik dalam perkataan, pakaian dan ibadah.
(lihat lagi point no. 6)

8.    Bukan Libas Syuhrah (Tidak Mencari Popularitas)
Libas Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan meraih popularitas ditengah-tengah orang banyak dengan rasa pamer, riya dan sombong.
Dari Ibnu Umar, dia berkata, “Rasulullah Saw pernah bersabda:
‘Barangsiapa yang memakai pakaian untuk mencari popularitas di dunia, maka Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka’’’ (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Subhanallah, sungguh mulia agama ini, yang mengatur setiap aspek kehidupan sehingga umatnya senantiasa berjalan diatas jalan yang lurus.

No comments:

Kasih............

Kasih manusia sering bermusim. Sayang manusia tiada abadi. Kasih Tuhan tiada bertepi. Sayang Tuhan Janjinya pasti